Paradigma
tentang mahasiswa sangat beragam, warna mahasiswa berubah dari hitam ke
putih atau sebaliknya. Warna mahasiswa tergantung pada dua kata bantu
lainnya, yaitu pemerintah dan pendidikan. Pemerintah sebagai penguasa
yang mampu menentukan pendidikan khususnya di Indonesia akan bagaimana
dan seperti apa. Pendidikan adalah penentu lahirnya mahasiswa-mahasiswa
berkualitas penerus bangsa. Mahasiswa adalah objek mentah yang akan
dibentuk idealisme dan rasionalismenya untuk perubahan bangsa.
Mahasiswa
adalah manusia penuh idealisme yang mampu memerangi tirani penguasa.
Oleh karena itu mahasiswa adalah orang-orang yang ditakuti oleh
pemerintah, suaranya dapat menggulingkan pemerintah. Namun, sepuluh
tahun ke depan mahasiswa-mahasiswa itu lah yang akan menjadi bagian dari
pemerintahan Indonesia. Keadaan Indonesia sepuluh tahun ke depan ada di
tangan mahasiswa hari ini.
Untuk
menjadi bagian dari pemerintahan Indonesia, mahasiswa butuh pendidikan
yang layak, pendidikan yang mampu menggerakkan rasional mahasiswa ke
arah positif demi kemajuan bangsa. Hari
ini, pendidikan di Indonesia dapat dilihat dalam dua sudut pandang.
Bagi seorang pendidik atau calon pendidik, di antara mahasiswa terlihat
adanya peningkatan keaktifan dan daya baca walaupun tidak significant.
Namun, secara garis besar di Indonesia pendidikan terlihat mengalami
penurunan. Pendidikan tidak tersebar merata, kurikulum selalu berubah
tanpa ada kejelasan atau jaminan keberhasilan, hanya mencoba tanpa hasil
yang nyata.
Pendidikan,
sebagai salah satu faktor pembentuk mahasiswa yang berkualitas yang ada
di Indonesia tergolong rendah dan tidak tersebar merata. Dana, sebagai
faktor lancarnya penyebaran pendidikan dicanangkan berasal dari APBN dan
APBD. Namun, kenyataannya dana itu tidak sepenuhnya digunakan untuk
mencerdaskan anak bangsa. Aparat pemerintah adalah subjek yang
menyalahgunakan dana pendidikan, misalnya saja BOS.
Di
Indonesia, seharusnya 20% dari seratus delapan puluh trilyun rupiah
bersumber dari APBN dan APBD digunakan untuk kepentingan pendidikan,
tapi tingkat korupsi yang dilakukan aparat pemerintah pada dana
pendidikan cukup tinggi yaitu 35% dan berakibat dua belas koma enam
trilyun hilang percuma. Padahal, jika dimisalkan biaya kuliah untuk
menjadi Doktor adalah dua ratus juta rupiah maka dari hasil korupsi dana
pendidikan oleh aparat pemerintah sebesar dua belas koma enam trilyun
rupiah sebenarnya dapat dibiayai sekitar enam puluh tiga ribu calon
Doktor. Nyatanya, untuk kasus ini mahasiswa yang dulunya berfungsi
sebagai penggerak perubahan sekarang tidak terlalu mengadakan aksi,
sehingga minimnya reaksi yang terjadi dan pendidikan di Indonesia hanya
berputar-putar pada lingkaran yang sama tanpa memperbesar diameternya.
Korupsi
tidak jauh kajiannya dari pemerintah. Pemerintah di Indonesia bisa
dikatakan memiliki kehidupan yang makmur. Namun makmur saja tidak cukup,
kemewahan sepertinya menjadi kata penting yang harus mewarnai kehidupan
pemerintah, walaupun bersumber dari penyelewengan dana. Pemerintah yang
korupsi hari ini dulunya juga mahasiswa, juga merupakan penyeru dan
penggerak keadilan. Kenyataanya kata-kata seruan sepuluh tahun lalu
dikubur sendiri jika sudah berhadapan dengan godaan kekayaan.
Jika
korupsi di Indonesia tidak terjadi, maka pendidikan akan berjalan baik
dan tersebar merata. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa korupsi
berbanding terbalik dengan pendidikan. Di negara-negara yang tingkat
korupsinya rendah, tingkat pendidikannya tinggi.
Sebagai
mahasiswa hari ini, sebagai calon pemerintah sepuluh tahun ke depan
perlu mengenyam pendidikan yang mendekati sempurna, bukan hanya
pendidikan intelektual saja, tapi juga emosi dan spiritual. Mahasiswa
bukan hanya dituntut unuk memiliki kecerdasan intelektual saja, kuliah
dan mendapat indeks prestasi yang bagus tidak cukup untuk mengubah
Indonesia ke depan. Kecerdasan emosi dan spiritual didapat dari luar
ruang lingkup perkuliahan seperti organisasi dan masyarakat. Organisasi
akan membentuk sikap loyal, tanggung jawab, dan kerja sama. Masyarakat
menjadi lahan aplikasi dari loyalitas, tanggung jawab dan kerja sama
yang dibangun mahasiswa. Jika ketiga kecerdasan berjalan seimbang maka
akan didapatkan mahasiswa berkualitas yang mampu menjadi penggerak
perubahan ke depan.
Jika,
mahasiswa hari ini menjadi pemerintah yang komitmen dengan pembaharuan
ke arah yang lebih baik maka warna mahasiswa yang semula tampak hitam
akan berangsur memutih dan bersih. Namun, sebaliknya jika mahasiswa hari
ini tetap melanjutkan korupsi di tingkat pemerintahan maka perubahan
percuma disuarakan, warna mahasiswa yang tampak putih akan menghitam,
menorehkan dan menambah noda baru di atas noda-noda lama.
oleh:
Winner Isnainil Khatimah
Dept. Minat dan Kegemaran
Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA ‘23